Jumat, 12 Agustus 2011

Pengantar Farmakokinetik



Farmakokinetik merupakan ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat (Shargel & Yu, 1988 ; Ganiswara, et al, 1995 ; Bauer, 2001) pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada penimbunan dan disposisi obat (Lachman, et al, 1989).

Absorpsi, distribusi, biotransformasi (metabolisme), dan eliminasi suatu obat dari tubuh merupakan proses dinamis yang kontinu dari saat suatu obat dimakan sampai semua obat tersebut hilang dari tubuh. Laju terjadinya proses-proses ini mempengaruhi onset, intensitas, dan lamanya kerja obat di dalam tubuh. Gambaran skematik peristiwa absorpsi, metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat setelah berbagai rute pemberian dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Ansel, 1989)

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE




Gambar 1. Gambaran skematik peristiwa absorpsi, metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat setelah berbagai rute pemberian

Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan.(Cahyati, 1985). Biasanya kadar obat di dalam darah dinyatakan dengan bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas sendiri menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Oleh karena itu bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat. (Shargel & Yu, 1988 ). Bioavailabilitas obat dipengaruhi oleh absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.

ABSORPSI

Sebelum suatu obat yang diberikan dapat mencapai tempat kerjanya dalam konsentrasi yang efektif, obat tersebut harus menembus sejumlah pembatas (barrier) yang merupakan membran. Membran tubuh pada umumnya digolongkan menjadi tiga tipe utama, yaitu:

  1. Membran yang terdiri dari beberapa lapis sel, seperti kulit
  2. Membran yang terdiri dari satu lapis sel epitel usus halus
  3. Membran yang tebalnya kurang dari satu lapis sel, seperti membran dari suatu sel tunggal

Zat-zat seperti obat dapat mempenetrasi membran biologis dengan dua cara, yaitu:

  1. Difusi pasif
  2. Melalui mekanisme transpor khusus

Difusi Pasif

Istilah difusi pasif digunakan untuk melukiskan lewatnya molekul-molekul obat melalui suatu membran yang bersifat inert dan tidak berpartisipasi aktif dalam proses tersebut. Proses absorpsi dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi, dengan perjalanan obat terutama dari tempat yang konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah. Laju difusi atau transpor melewati membran (dc/dt) menurut hukum Fick’s pertama, yaitu:

- (dc/dt) = Ka (C1 – C2)

Dimana: C1 = Konsentrasi obat pada tempat absorpsi

C2 = Konsentrasi obat pada sisi membran yang lain

Ka = Konstanta pembanding

dc/dt = Laju difusi

Absorpsi kebanyakan obat dari larutan dalam saluran lambung – usus terjadi melalui cara ini. Besarnya Ka tergantung pada koefisien difusi dari obat tersebut, ketebalan dan luas membran yang mengabsorbsi serta permeabilitas membran terhadap obat-obat tertentu.

Karena sifat lipoid dari membran sel, membran tersebut sangat permeabel terhadap zat-zat yang larut dalam lemak. Laju difusi dari suatu obat melewati membran tidak hanya tergantung pada konsentrasinya tetapi juga pada besar relatif afinitasnya untuk lemak dan menolak air (koefisien partisi lemak yang tinggi). Makin besar afinitasnya untuk lemak dan makin hidrofobik zat tersebut, makin cepat laju penetrasinya ke dalam membran yang kaya lemak. Karena sel-sel biologis juga dipermeasi oleh air dan zat-zat yang tidak larut lemak, diperkirakan bahwa membran tersebut mengandung pori-pori yang berisi air atau saluran-saluran yang dapat menyebabkan lewatnya tipe zat-zat ini. Pori-pori yang berisi air ukurannya berbeda dari membran yang satu ke membran yang lainnya dan dengan demikian sifat permeabilitas individual untuk obat-obat tertentu dan zat-zat lainnya sangat khas.

Sebagian besar obat merupakan asam atau basa organik lemah. Membran sel lebih permeabel terhadap bentuk tidak terion dari obat dibandingkan dengan bentuk terionnya, terutama disebabkan karena kelarutan dari bentuk tak terion yang lebih besar dalam lemak dan sifat muatan membran sel banyak yang menghasilkan pengikatan dan penolakan obat terion. Juga ion-ion menjadi dihidrasi melalui penggabungan dengan molekul-molekul air, menghasilkan partikel-partikel yang lebih besar daripada molekul-molekul yang tidak terdisosiasi.

Derajat ionisasi dari suatu obat ditentukan menurut persamaan Henderson-Hassebalch, yaitu:

Untuk suatu asam :

Konsentrasi garam (terion)

pH = pKa + log

Konsentrasi asam (tak terion)

Untuk suatu basa :

Konsentrasi basa (tak terion)

pH = pKa + log

Konsentrasi garam (terion)

Karena pH cairan tubuh bervariasi (lambung ≈ pH 1; lumen usus ≈ pH 6,6; plasma darah ≈ pH 7,4) absorpsi suatu obat dari berbagai cairan tubuh akan berbeda dan bisa menentukan dalam beberapa hal tipe bentuk sediaan dan rute pemberian yang dipilih untuk suatu obat tertentu

Mekanisme Transpor Khusus

Sebaliknya dari pemindahan pasif obat dan zat-zat lain melewati suatu membran biologis, zat-zat tertentu, termasuk beberapa obat dan metabolit biologis, dihubungkan melewati suatu membran melalui satu atau beberapa postulat mekanisme transpor khusus. Tipe pemindahan ini tampaknya memperhitungkan zat-zat itu, banyak yang secara alamiah terjadi seperti asam-asam amino dan glukosa, yang sangat tidak larut dalam lemak untuk melarut dalam pembatas dan terlalu besar untuk mengalir atau tersaring melalui pori-pori. Tipe transpor ini biasanya membentuk kompleks antara obat dengan pembawa (carrier) yang ada dimembran misalnya enzim atau zat lain. Yang termasuk mekanisme transpor khusus adalah:

  1. Transpor aktif
  2. Difusi dengan bantuan (facilitated diffusion)

Banyak nutrien tubuh, seperti gula dan asam-asam amino, diangkut melewati membran saluran lambung-usus dengan proses carrier. Vitamin-vitamin tertentu, seperti: vitamin B1, niasin, riboflavin, dan vitamin B6, serta zat obat seperti metildopa dan 5-fluorourasil membutuhkan mekanisme transpor aktif untuk absorpsinya.

Bioavailabilitas suatu obat sangat dipengaruhi oleh absorpsi obat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu:

a. Faktor-faktor fisiologik yang berkaitan dengan absorpsi obat

1) pH medium

2) Adanya pori-pori

3) Banyaknya vili dan mikrovili yang ada di daerah duodenum dan usus halus

4) Sifat kapiler membran sel.

5) Jumlah pembawa

6) Waktu transit obat dalam saluran cerna

7) Gerakan peristaltik dari duodenum

8) Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna

9) Adanya makanan dan obat lain didalam saluran cerna

10) Adanya penyakit

b. Faktor-faktor farmasetik yang mempengaruhi bioavailabilitas obat

1) Sifat Fisikokimia Obat

Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat yang mempunyai pengaruh besar pada kinetika pelarutan, yaitu:

a) Ukuran Partikel

b) Luas permukaan efektif obat

c) Bentuk geometrik

d) Kelarutan Obat

e) Bentuk kimia obat, yaitu garam, asam atau basa serta bentuk anhidrous atau hidrous

f) Polimorf obat

g) Konstanta Disosiasi

h) Lipofilisitas

i) Stabilitas Obat

2) Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Bioavailabilitas Obat.

Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya mungkin kurang dari 100% karena:

1. Obat diabsorpsi tidak sempurna

2. Eliminasi lintas pertama (First-Pass Elimination)

Waktu obat diabsorpsi menembus dinding usus, darah vena porta mengirimkan obat ke hati sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Obat dapat dimetabolis di dalam dinding usus atau bahkan di dalam darah vena porta. Tetapi umumnya, hatilah yang memetabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik dan hati dapat mengekskresikan obat ke dalam empedu.

3. Laju absorpsi

DISTRIBUSI

Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Dalam peredaran, kebanyakan obat-obat didistribusikan melalui cairan tubuh dengan cara yang relatif lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan eliminasi atau pengeluaran. Selama dalam sirkulasi sistemik obat mungkin terikat ke protein darah dan menunda lewatnya ke jaringan sekitarnya. Banyak zat obat sangat mudah berikatan dengan protein darah dan yang lain sedikit terikat. Sebagai contoh spironolakton 90% terikat dalam protein plasma, penisillin G 60% terikat, dan amoksisillin hanya 20% terikat. Kompleks obat – protein ini bersifat reversibel (Ansel, 1989).

Penggunaan obat pada wanita hamil harus hati-hati karena obat-obat tertentu bisa menembus plasenta dan masuk kejaringan dan darah fetus. Contoh gas anestetik, barbiturat umumnya, sulfonamid, salisilat, quinin, meperidin, morfin dan obat lainnya.

METABOLISME OBAT (BIOTRANSFORMASI)

Walaupun beberapa obat diekskresikan dari tubuh dalam bentuk aslinya, kebanyakan obat-obat mengalami biotransformasi sebelum ekskresi. Biotransformasi adalah suatu batasan yang digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan kimia yang terjadi dengan obat-obat dalam tubuh. Umumnya biotransformasi dari suatu obat mengakibatkan konversinya menjadi suatu senyawa yang lebih mudah larut dalam air, lebih mudah terionisasi, kemampuan mengikat protein plasma dan jaringan kurang, kemampuan disimpan dalam jaringan lemak kurang, dan kurang mampu mempenetrasi membran sel, dengan demikian menyebabkan senyawa kurang aktif sehingga menjadi kurang toksis dan lebih mudah diekskresikan. Oleh karena itu proses biotransformasi juga umum dikenal sebagai proses ”detoksifikasi” atau proses ”inaktivasi”.

Ada empat reaksi kimia pokok yang terlibat dalam metabolisme obat: oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan konjugasi. Hati memainkan peranan dominan dalam metabolisme obat dan fungsi hati yang sempurna harus dipertimbangkan bagi seorang dokter dalam menuliskan resep. Bila fungsi hati terganggu sedangkan suatu obat dimetabolisme dihati maka akan memperpanjang waktu obat berada di dalam darah sehingga kemungkinan terjadi toksisitas akan besar. Untuk bayi yang baru lahir secara prematur, dianggap sistem enzim hati tidak sanggup secara mendetoksifikasi obat-obat tertentu.

Metabolit yang dihasilkan dalam proses biotransformasi kadang-kadang secara farmakologis sama aktifnya atau bahkan lebih aktif daripada senyawa aslinya. Senyawa awal yang tidak aktif yang dikenal sebagai prodrug dapat diubah menjadi zat aktif secara terapi dengan transformasi dalam tubuh. Beberapa contoh biotransformasi yang terjadi dalam tubuh:

1. Salisilamid Salisilamid glukuronida

(aktif) Konjugasi (tidak aktif)

2. Fenasetin Asetaminofen Asetaminofen glukuronida

(aktif) de-etilasi (aktif) konjugasi (tidak aktif)

3. Prontosil Sulfanilamid Asetilsulfanilamid

(tidak aktif) reduksi (aktif) asetilasi (tidak aktif)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi metabolisme obat, yaitu:

1. Perbedaan individual

2. Faktor genetik

Faktor genetik ini mempengaruhi kadar enzim yang memetabolisme obat. Asetilator lambat terjadi sekitar 50% pada kulit hitam dan putih di Amerika Serikat, lebih banyak pada bangsa Eropa yang hidup di daerah lintang utara yang tinggi sedangkan asetilator cepat biasanya pada bangsa Asia dan Inuit (Eskimo)

3. Diet dan faktor lingkungan

4. Umur dan jenis kelamin

5. Adanya interaksi antarobat selama metabolisme

6. Interaksi antara obat-obat dan persenyawaan endogen

7. Penyakit yang mempengaruhi metabolisme obat

EKSKRESI (ELIMINASI) OBAT

Obat bisa dieliminasikan dengan berbagai rute, yaitu:

  1. Ginjal memegang peranan penting dengan mengeliminasi obat lewat urin.
  2. Ekskresi obat melalui feses juga memegang peranan penting terutama untuk obat yang sukar diabsorpsi dan tinggal dalam saluran lambung usus setelah pemberian oral.
  3. Pengeluaran melalui empedu bermakna hanya bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-usus minimal.
  4. Paru-paru memberikan tempat keluar bagi kebanyakan obat-obat yang mudah menguap melalui ekspirasi pernapasan.
  5. Kelenjar keringat, air liur, dan susu hanya berperan kecil pada eliminasi obat. Tetapi tetap harus hati-hati pada ibu yang menyusui bila meminum obat.

Konsentrasi obat merupakan hal penting dalam menentukan farmakokinetik suatu obat. Konsentrasi obat diukur pada sampel biologis seperti susu, saliva, plasma, dan urin. Secara umum serum atau plasma sering digunakan untuk mengukur obat (Shargel, et al, 2005). Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koordinat kertas grafik rektangular terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. (Shargel & Yu, 1988). Untuk obat yang diberikan melalui oral maka kurva antara kadar obat dalam plasma terhadap waktu bisa dilihat pada gambar 2.

scan0003

Gambar 2. Kurva kadar dalam plasma vs waktu untuk pemberian obat secara oral dosis tunggal. Fase absorpsi & eliminasi ditunjukkan pada kurva

Ahli farmakokinetika dapat juga menggambarkan kurva kadar dalam plasma-waktu dalam istilah farmakokinetika seperti kadar puncak dalam plasma, waktu mencapai kadar puncak dalam plasma dan area di bawah kurva atau AUC (Area Under Curva). Waktu kadar puncak dalam plasma (tmaks) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam plasma yang secara kasar sebanding dengan laju absorpsi rata-rata. Kadar puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum (Cpmaks) obat biasanya dikaitkan dengan dosis dan tetapan laju absorpsi dan eliminasi obat. Sedangkan AUC dikaitkan dengan jumlah obat yang terabsorpsi secara sistemik (Shargel & Yu, 1988). Hal ini bisa dilihat pada gambar 2

scan0007

Gambar 2. Kurva kadar dalam plasma vs waktu untuk obat yang diberikan secara oral dosis tunggal.

KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA

Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmakologi, farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal.

Bidang farmakologi

Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat dibantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan. (Cahyati, 1985)

Bidang farmasi klinik

Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memiliki beberapa kegunaan yang cukup penting, yaitu (Cahyati, 1985):

a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat. Apakah harus secara injeksi intravena, atau bisa dengan route lain seperti secara oral, rektal, dan lain-lain. Ini dapat dilakukan dengan menilai ketersediaan biologis obat setelah pemberian dalam berbagai route pemberian, dan dengan mempertimbangkan profil kinetika obat yang dihasilkan oleh berbagai route pemberian tersebut.

b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen individualization). Sampai dengan saat ini cara identifikasi farmakokinetika merupakan cara yang paling tepat untuk pengindividualisasian dosis, khususnya untuk obat-obat dengan daerah keija terapeutik yang sempit seperti teofilin, dan lain-lain.

c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang rasional.

d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan atau minuman.

Bidang toksikologi

Dalam bidang ini farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari pemakaian suatu obat.

Beberapa parameter farmakokinetik pada sediaan oral, yaitu:

a. Tetapan Laju Absorpsi (Ka) dan Waktu Paruh Absorpsi (t½a)

Tetapan laju absorpsi (Ka) adalah tetapan laju absorpsi order kesatu dengan satuan waktu-1. Harga Ka diperoleh dengan membuat kurva antara waktu absorpsi dengan log Cpdiff kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ka dapat dihitung dengan rumus:

Ka (waktu-1) = 2, 303 x (-slope) atau

Ka (waktu-1) = 2,303 x (-b)

Sedangkan t½a ddihitung dengan menggunakan rumus:

t½a = 0, 693/Ka

b. Tetapan kecepatan eliminasi (Ke) dan waktu paruh eliminasi (t½e)

Tetapan laju eliminasi (Ke) adalah tetapan laju eliminasi order kesatu dengan satuan waktu-1. Harga Ke diperoleh dengan membuat kurva antara waktu eliminasi dengan log Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ke diperoleh dengan rumus:

Ke (waktu-1) = 2,303 x (-slope) atau

Ke (waktu-1) = 2,303 x (-b)

Sedangkan harga t½e dihitung dengan rumus:

t½e = 0,693/Ke

c. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum (tmaks)

Waktu untuk mencapai kadar maksimum (tmaks) adalah waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat.

Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum tidak tergantung pada dosis tetapi tergantung pada tetapan laju absorpsi (Ka) dan eliminasi (Ke). Harga tmaks dapat dihitung sebagai berikut:

In (Ka/Ke)

Tmaks =

Ka – Ke

d. Kadar maksimum dalam darah (Cpmaks)

Kadar maksimum dalam darah (Cpmaks) adalah konsentrasi plasma puncak menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian obat secara oral

Pada konsentrasi maksimum, laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi, sehingga harga Cpmaks dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Cpmaks = Cpo (e-Ke.tmaks – e-Ka.tmaks)

e. Volume distribusi (Vd)

Volume distribusi dipengaruhi oleh keseluruhan laju eliminasi dan oleh jumlah perubahan klirens total obat di dalam tubuh. Harga Vd suatu obat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Do x F x Ka

Vd =

Cpo (Ka – Ke)

f. Area di bawah kurva (AUC)

AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma – waktu dari t = 0 sampai t = ~ (lihat gambar 2). Harga AUC dapat diperoleh dengan cara:

1) AUC dari 0 - n jam, dapat dihitung dengan rumus luas segitiga yaitu ½ x alas x tinggi

2) AUC dari waktu n1 – nx dihitung dengan rumus

Cn-1 + Cn

(tn – tn-1)

2

3) AUC dari waktu nx - ~ dihitung dengan rumus

Cpnx


Ke

g. Klirens total (Cltot)

Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat persatuan waktu oleh seluruh tubuh (ml/menit). Klirens obat merupakan ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens total adalah jumlah total seluruh jalur klirens di dalam tubuh termasuk klirens melalui ginjal dan hepar. Harga klirens total dapat dihitung menggunakan rumus:

Cltot = Vd . Ke

h. Volume kompartemen sentral (Vp)

Volume kompartemen sentral berguna untuk menggambarkan perubahan konsentrasi obat karena merupakan kompartemen yang diambil sebagai kompartemen cuplikan. Vp berguna dalam menentukan klirens obat. Besaran Vp memberikan petunjuk adanya distribusi obat di dalam tubuh.

Harga Vp dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Do

Vp =

Ke x [AUC]~

i. Jumlah obat terabsorpsi, persen obat terabsorpsi dan persen obat tidak terabsorpsi

Jumlah obat terabsorpsi menurut waktu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Ab Cp + Ke [AUC]t

=

Ab~ Ke [AUC]o

Persen obat terabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Ab

% terabsorpsi = x 100%

Ab~

Persen obat tidak trabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% obat tidak terabsorpsi = 100% - % obat terabsorpsi

Soal latihan:

1. Apa yang dimaksud dengan farmakokinetika?

2. Apa saja faktor farmasetika yang mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat? Jelaskan!

3. Jelaskan dengan singkat apa yang dimaksud dengan Cpmax dan AUC. Gambarkan dua parameter tersebut dalam bentuk kurva antara waktu dan kadar obat dalam plasma!

4. Apa saja guna farmakokinetika dalam bidang formasi klinik? Jelaskan!

Pustaka:

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. UI Press. Jakarta

Bauer, L.A., 2001, Applied Clinical Pharmacokinetics, McGraw Hill, New York

Cahyati, Y.S., 1985. Pengantar Farmakokinetika. Cermin Dunia Kedokteran No. 37 hal. 5 (On line)

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1989, Teori Dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ketiga, Buku 1, Penerjemah: Siti Suyatmi, Universitas Indonesia, Jakarta

Shargel, L., Yu, A.B.C., 1988, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan, Edisi Kedua, Penerjemah: Fasich, Sjamsiah, S., Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya

Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, fifth edition, Mc Graw Hill, Boston